Late Confession
Suara Tessa terngiang-ngiang
ditelingaku. Bebapa jam yang lalu, Tessa ada dihadapanku, mengucapkan kalimat
itu padaku. Tetapi aku malah diam, tidak bergeming. Perasaanku bercampur-aduk
saat Tessa, gadis idamanku sejak lama, menyatakan bahwa ia menyukaiku. Apa ini mimpi?
“kau kenapa Bil? Aku lihat Tessa tadi kesini
bukan? Apa yang dia katakan hingga membuat kau berubah menjadi pendiam seperti
ini?” Joan, sahabatku menepuk pundakku pelan. Aku terdiam sejenak. Aku masih
belum percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Aku seakan berada di alam
mimpi.
“dia menyukaiku Jo. Dia bilang dia
menyukaiku.”
Joan menoleh. Alis matanya terangkat
dan matanya yang bulat terbuka lebar.
“Apa? Tessa menyukaimu Bil? Astaga.
Itu kabar baik! Sudah aku katakan dari dulu bahwa Tessa itu juga menyukai kau.
Kau ini tidak percaya kali dengan sobatmu ini. Lalu kau jawab apa? apa yang akan
kau lakukan sekarang?” kata Joan lagi dengan logat bataknya yang khas.
Aku malah terdiam, lagi. Aku tidak
tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Otak ku masih belum bisa mencerna
kata-kata yang dikeluarkan Tessa tadi. Padahal Tessa hanya mengeluarkan satu
kalimat sederhana, bahwa dia menyukaiku. Sejak lama katanya. Entah mengapa aku
masih belum sadar dengan apa yang baru saja terjadi.
“aku ngga tahu apa yang harus aku
lakukan sekarang.”
Aku mengutuk diriku sendiri.
Bagaimana bisa tadi aku hanya diam mendengar pengakuan Tessa. Harusnya aku
menjawab iya. Iya aku pun juga menyukaimu dari dulu Tessa. Sejak lama. Mengapa
harus kau yang mengutarakan itu? Harusnya aku! Harusnya dari dulu aku mengutarakan perasaanku
padamu, gadis impianku. Dan sekarang?
Ketika kau sudah pergi, dan tidak akan kembali lagi, malah kau duluan yang mengaku
bahwa kau menyukaiku. Tunggu. Tessa akan pergi?
“Macam mana pula kau ini Bil. Tessa akan pergi
ke London, dijodohkan dengan bule bukan? dan dia tidak akan kembali lagi.” Joan
memukul pelan kepalaku, membuatku tersadar, terbangun dari mimpiku. Iya, aku baru
menyadari jika Tessa memang akan pergi dan tak akan kembali, dan aku baru
menyadari bahwa semua ini bukan mimpi.
***
“kamu kenapa Tes?” mama yang duduk di sebelahku mengelus pelan
rambutku. Aku memandang kosong ke arah jalan raya yang padat dari dalam mobil.
Pikiranku melayang ke kejadian beberapa jam yang lalu. Billy jahat. Bagaimana
bisa dia hanya diam mendengar pengakuanku. Kenapa dia tidak bilang sepatah
katapun padaku?
“Tessa?” mama memanggilku lagi. Aku
hanya menggelengkan kepala, memberi isyarat bahwa aku baik-baik saja. Padahal
sebenarnya tidak. Aku tidak baik-baik saja. Aku tidak ingin perjodohan ini
terjadi ma. Aku tidak menyukai orang itu. Yang aku cintai hanya Billy, sejak
lama. Bukan bule bajingan itu!
“Tom itu pria baik-baik Tes.
Sebenarnya mama tidak ingin memaksakan perjodohan ini, tetapi ini pesan dari
almarhum ayahmu. Kau tahu sendiri, Tom sudah banyak sekali membantu ayahmu saat
perusahaan kita hampir bangkrut. Dan sejak bertemu denganmu, Tom sudah
menyukaimu, dari dulu.” Kata Mama seakan bisa membaca pikiranku. Tapi aku tidak
mencintainya mama! Aku berteriak dalam hati. Mama hanya tersenyum sambil terus
mengelus kepalaku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya menangis, dan berharap
papa bisa mendengar tangisanku di surga sana. Aku tidak mencintai Tom pa, aku
mohon.
“apa harus aku pergi menemui papa,
ma? Memohon dan berlutut dihadapan dia untuk mencabut permintaannya itu. Aku
tidak...cint....”
Aku berhenti. Takut melukai perasaan
mama. Aku tidak boleh mengecewakan dua orang yang sangat aku cintai di dunia
ini, papa dan mama. Aku harus rela dengan semua ini. Aku tidak boleh egois. Apa
yang mama katakan memang benar, Tom memang pria yang sangat baik. Meskipun aku
tidak mencintainya, mungkin dengan seiring waktu aku bisa saja mencintai Tom,
seperti dia mencintaiku. Lagipula Billy sepertinya sudah tidak peduli lagi
denganku.
Sekarang aku tahu bagaimana rasanya
mencintai seseorang di satu pihak saja. Seperti aku mencintai Billy, sejak lama,
dan dia tidak. Dia malah tidak meresponku. Itu sangat menyakitkan. Dan aku
tidak ingin menyakiti Tom. Cukup aku saja yang menderita.
Handphone ku tiba-tiba bergetar,
tetapi aku tidak peduli. Aku yakin, itu Tom. Dia pasti akan mengoceh lagi
tentang pertunangan ini. Besok aku dan Tom akan bertunangan. Dan sejak sebulan
yang lalu, Tom hampir tiap jam menelfonku. Mengatakan dia akan membuat pesta
yang meriah, hingga detail-detailnya, warna dinding, lantai dan segala tetek
bengeknya dia pasti mengabariku. Tom memang pria yang sangat cerewet. Tetapi,
aku tahu dia pasti sangat bahagia sekarang. Menantiku, di London.
Handphoneku terus bergetar. Mama
dengan gemas meraih handphoneku dari dalam tasku.
“Hallo.. Tom?”
Apa aku bilang. Itu pasti Tom.
“Apa? Jo.. siapa? Joan? Oh Joan
temannya Billy? Ada ap..” belum selesai mama berbicara, aku merebut
handphoneku.
“halo? Jo? Ada apa? Kemana Billy? Apa
yang dia katakan?” kataku antusias.
“Tessa? Billy kecelakaan.” Kata-kata
Joan membuatku terdiam. Apa? Billy kecelakaan? Bagaimana bisa dia kecelakaan?
Bukannya beberapa jam yang lalu Billy baik-baik saja? Bukannya beberapa saat
yang lalu Billy ada di hadapanku dan menyakiti perasaanku? Apa? Billy
kecelakaan?
“aku mendapat telfon dari polisi barusan.
Dia tadi pergi menyusul kau Tes” kata Joan. Apa? Billy menyusulku? Untuk apa?
“dimana dia sekarang Jo? Katakan
dimana dia sekarang!”
***
Suara bip mengalun panjang dari arah
alat berwarna putih itu. Aku tidak tahu apa namanya. Setauku alat itu untuk
melihat detak jantung seseorang. dan yang aku lihat sekarang di layar itu,
hanya garis panjang dan bunyi sialan itu. Bunyi beep panjang yang memekakkan
telingaku. Disamping alat itu, Billy terbujur kaku dengan darah
disekelilingnya. Aku terdiam. Seseorang dengan jas putih menghampiriku,
mengelus pelan pundakku.
“dia kenapa?” kataku.
“maafkan kami. Dia datang terlambat.
Terlalu banyak darah yang keluar. Dia..”
“Dia mati? Jangan pernah kau berani
mengatakan itu. Dia tidak mati!” aku berteriak histeris. Joan menghampiriku,
memelukku. Lututku tiba-tiba lemas seketika. Aku meronta,lalu berlari
menghampiri Billy. Memandangi wajah tampannya. Pria yang sangat aku cintai ini,
telah pergi dan tak akan kembali lagi. Ini semua tidak benar!
***
“Hujan gerimis turun di hari ini,
pemakamanmu Bil. Langit seakan ikut bersedih atas kepergianmu. Kenapa kau harus
pergi? Katakan kau menyukaiku Bil. Katakan seperti apa yang Jo katakan!
Jo bilang, kau menyukaiku. Tidak,
bukan. Kau mencintaiku. Sejak lama. Lebih lama dariku. Aku awalnya tidak
percaya. Kau? Seorang yang sangat dingin dan menyebalkan. Bagaimana bisa kau
menyukaiku dan menyembunyikan semuanya selama ini? itu waktu yang sangat lama
Bil. Tapi kenapa kau tidak mengatakan semuanya. Kenapa kau tidak jujur Bil?
Seandainya kau menjawab pengakuanku
kemarin dan jujur padaku, aku tahu semua ini tidak akan pernah terjadi. Kau
tidak perlu menyusulku karena aku akan berada disampingmu. Aku tidak akan pergi
jika kau menghalangiku. Aku yakin papa juga setuju jika aku bersamamu.
Karena.... karena.... aku mencintaimu Bil.
Meskipun kau terlambat, malah mungkin
belum mengatakan pengakuan itu, bahwa kau mencintaiku juga, sejak lama. Tapi
setidaknya sekarang aku tahu Bil. Aku bahagia karena ternyata kau juga
mencintaiku. Meskipun semua ini sangat terlambat, sangat terlambat.”
Komentar
Posting Komentar