Mencintai Proses?


For my dearest friend, Tiwi.
http://afriantiekapratiwi.blogspot.com/2015/01/mencintai-proses.html

Sebelum aku menjawab pertanyaan2 yang-akupun-ngga-tau-mau-jawab-apa dari kamu, let me say thank you first atas suratmu yang bikin aku speechless. Abis baca itu aku langsung ketawa mesem, pokoknya ketawa miris karena bingung lah gitu. Dan tak lupa aku mengucapkan permintaan maaf yang tak terhingga karena balesnya super-duper telat. You know aku sempet lupa password blog gara-gara jarang dibuka, dan akhirnya setelah bermeditasi dan hibernasi tujuh hari tujuh malam ke pantai selatan trus dijampe-jampe sama nyi blorong barulah inget juga tuh passwordnya haha. Engga ding. Apasih. Oke lupakan.

Well.. well..
Proses ya? Hmm pengertian simple nya sih menurut aku ya pokoknya sesuatu hal yang dilakukan menuju tujuan tertentu. Semua hal yang sedang kita lakukan ini adalah proses. Kita bangun kemudian beraktifitas adalah sebuah proses menuju kita tidur. Kita kuliah, belajar sampe mata merah dan otak berasap itu pun proses menuju tujuan kita, wisuda. Proses itu menurut aku ngga akan ada habisnya. Karena memang semua hal yang kita lakukan, kita bernafas, kita berjalan, duduk, hidup itu semua adalah sebuah proses menuju ke alam abadi kita nantinya. Iya ngga? Iya ngga sih? Tuh kan. Kamu salah orang deh wi kayaknya kalo diskusi soal hal ini. tapi yaudah lah ya kita sama-sama belajar aja lah ya.

Okay lets begin with your 1st question.
Apakah mencintai proses sama halnya dengan mencintai seseorang atau benda?
Menurutku sepertinya itu hal yang berbeda wi. As you said, mencintai proses adalah ketika kita menyukai sebuah perjalanan menuju ke arah yang lebih baik atau ke tujuan kita. Itu benar. Tetapi hal itu tentu berbeda halnya dengan ketika kita mencintai seseorang. Proses itu adalah hal yang abstrak. Aku pribadi jujur sebenarnya sedikit bingung dengan pernyataan “mencintai proses”. Mencintai proses tuh kaya gimana sih maksudnya? Konkretnya? Aku sendiri malah terkadang bingung proses seperti apa yang sedang ku jalani, apa yang aku lakukan demi memaksimalkan proses.

Jujur aku orang yang sangat awam dan innocent lah kalo soal cinta. Jadi aku ngga terlalu ngerti dengan perbandingan perasaan dalam mencintai sebuah makhluk, atau hal abstrak seperti proses. Tapi aku so tau dikit gapapa lah ya. Oke coba kita bandingkan aja seseorang yang ‘mencintai’ proses dengan orang yang mencintai makhluk Tuhan. Ketika kita mencintai seseorang, kita pasti punya perasaan ingin memiliki orang itu. Ngejar-ngejar, stalking, ngepoin,pengen terus ngeliat dia setiap hari dan hal-hal lainnya yang dilakukan orang kasmaran. Berbeda dengan orang yang mencintai proses. Dia tidak akan memiliki perasaan untuk terus berada dalam sebuah proses karena cintanya terhadap proses tanpa memiliki tujuan tertentu. Terkadang orang yang mencintai proses itu sebenarnya karena dia terobsesi dengan tujuan dan hasil yanng dia ekspektasikan, dia sedang berusaha untuk mencapai hasil yang terbaik yang dia inginkan. Bener ngga? Koreksi loh ya kalo salah. Atau mungkin kamu ngga setuju? Gimana?   

Sejauh ini bagaimana kamu bisa bertahan untuk tetap mencintai proses yang sama dalam rentang waktu yang panjang itu?
Haha. Sebenarnya dari mana sih kamu menyimpulkan bahwa aku bertahan dan mencintai proses yang sedang kujalani? Kamu sepertinya agak keliru wi. Mencintai proses adalah hal yang sedang aku usahakan hingga detik ini. Itu bukan hal yang gampang karena jujur aku tipikal orang yang pesimis,pemalas  dan mudah menyerah. Ini serius. Kita ambil contoh proses baksos deh. Mungkin kamu mempertanyakan, kok mau sih si caca berproses di baksos dan keliatan enjoy padahal rapatnya ngga jelas dan cuman nguras tenaga sama otak doang? Jujur aku menjalani rutinitas baksos yang-orang-fisip-bilang-mbosenin itu ya karena aku nyaman. Bukan karena nyaman dengan rapat-rapat, dan teori-teori yang dibeberkan disana. Itu mungkin beberapa manfaat yang aku dapatkan. Aku nyaman karena aku berjuang bersama orang-orang terdekatku, dan aku nyaman karena keberadaanku dianggap disana. Ini sebenarnya hal yang salah, karena aku sudah seharusnya out-of-the-box, keluar dari zona nyaman. Tapi faktanya itu hal yang ngga gampang. Kamu tahu sendiri, ada beberapa ruang yang ‘hampir’ menjadi wadah berprosesku, tapi aku terpental, menyerah dari sana. Karena apa? Because i feel like that wasn’t my place. Aku tidak nyaman disana jadi aku keluar. Itu hal yang salah sebenarnya. Karena itu, hingga detik ini aku sedang berusaha untuk out of my comfort zone, meskipun sebenarnya belum keluar sih. Masih gini-gini aja. Ya salah satu cara biar kita bisa keluar dari zona nyamannya kita, dengan memotivasi diri tentu saja.

Jadi gini wi, as you know aku tau pentingnya proses itu dari baksos Fisip yang berkoar-koar tentang proses, pentingnya proses, dan baksos yang menjadi wadah berproses. Entah maksudnya proses seperti apa. Yang aku rasakan, proses yang aku jalani di baksos kala itu sangat membosankan. Aku merasa yang saat itu aku lakukan itu useless ngga penting cuman rapat-rapat sampe pagi yang malah ngerusak fisik dan mental. Tapi aku jalanin karena aku berada dengan orang-orang yang membuatku nyaman. Jujur saat itu aku menjalani ‘proses’ di baksos dengan keterpakasaan. Tapi begitu baksos kelar, barulah aku ngerti proses, indahnya proses, dan pentingnya proses.

Dari situ aku menyadari, proses memang sesuatu hal yang harus kita cintai karena itu adalah tangga kita menuju tujuan kita. Ketika kita tidak suka berproses, bermalas-malasan, ya akan tercermin ujung tangganya seperti apa. Berbeda dengan jika kita mencintai proses. Kita menjalaninya tanpa keterpaksaan, menikmati step-by-step nya, maka ujung tangga yang kita rangkai dengan indah pun akan indah pula. Hasil tidak akan mengkhianati proses, bukan begitu?

Untukmu, Wi. Kamu yang melihat aku sebagai seorang yang mampu beradaptasi dengan segala proses yang-entah-proses-yang-mana-yang-kamu-maksud-aku-juga-bingung. Sebenarnya aku sama sepertimu, Wi. Aku masih sangat butuh banyak belajar tentang bagaimana menjalani proses yang baik, bagaimana mencintai sebuah proses. Aku masih belum bisa mengubah tali yang membelit menjadi simpul-simpul cantik untuk diriku sendiri seperti yang kamu bilang. Yang aku lakukan sejauh ini hanya berjalan di zona nyamanku. Jadi, kita belajar bareng-bareng ya wi menuju kearah yang lebih baik lagi, lebih dewasa lagi, lebih mengerti dan menghargai proses yang sedang kita jalani ini. Terima kasih Tiwi.

Sincerely,
Your friend who still learn how to live a life. Maaf kalo jawabannya tidak sesuai ekspektasi kamu ya. Kita sama-sama belajar lah ya :)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Thoughts About Palestine

Cuek itu perlu

Udah Deh Jangan Nethink Melulu