Urang Desa jadi Cah Batavia

Sebagai seorang introvert, sejujurnya, aku benci dengan keramaian. Ditambah lagi dengan mata yang kebetulan minus (dan ogah pake kaca mata), bikin kepalaku pusing kalo di tengah keramaian soalnya semua wajah-wajah manusia tampak kembar seketika. Blurrrrr

Bulan ini, tepat satu tahun aku tinggal di sebuah kota yang sangat identik dengan keramaian dan kepadatannya. Yup. Jakarta. Hey! Bulan ini Jakarta juga ultah ya? Well happy birthday ibu kota!

Dulu, aku pernah punya prinsip untuk nggak jadi salah satu manusia yang semakin memadati kota yang udah padat ini. Lagi pula, apa bagusnya kota ini? Oke, selain transportasi umum nya yang lebih memadai dari kota lain, dan deretan gedung-gedung megah yang menampakkan cahaya cantik ketika gelap, kota ini nggak punya hal yang begitu menjanjikan buatku. Terutama macet, banjir, dan kepadatan manusia-manusia di kota ini yang bikin aku semakin yakin untuk nggak bakal pernah berdomisili di Jakarta. Daerah asalku Tasikmalaya jauh lebih cocok untuk ditinggali.

Tapi, seperti karma, saat ini aku malah jadi salah satu orang desa yang merantau, menyumbangkan kepadatan di kota yang sudah padat dan kian padat setiap saat. Tepatnya tanggal 20-an di bulan Juni tahun lalu, aku officially merantau ke ibu kota (sendirian) dan jadi anak indekos (lagi). Awalnya aku sempat menyesali keputusanku sendiri.

Like, hey maneh belegug. Dah tau nggak suka rame malah tinggal di kota yang nggak bakal sepi kecuali lebaran. Kan dodol.

Beberapa kali sempat menyesali kepergianku ke kota yang hampir semua sungainya berwarna hitam pekat dan bau aneh ini (i never really saw that in my village before). Tapi ya mau nggak mau, lha dapet kesempatan nyari duid nya di sini, dan sepertinya memang  udah ditakdirkan aja untuk nyicipin jadi cah Batavia, jadilah.. nggak berasa aja.. udah.. satu tahun.. waw.. kalo orok udah bisa jalan ini mah sekarang.

Jadi, gimana rasanya jadi orang Jakarta? Enak. dan nggak enak. Karena aku suka happy ending, jadi aku bakal cerita yang nggak enaknya dulu.

Makan Mahal

Iyalah. Bagi orang Tasik yang pernah nge-kos di Purwokerto yang dulu harga nasi ayam penyet nya Rp 7.500,- tok, aku merasa sedikit tersinggung dengan harga-harga makanan di sini. Nasi ayam dapet Rp. 18.000,- aja dah alhamdulillah wasyukurillah. Budget maem yang pas zaman kuliah cukup 15-20rb sehari, ini malah jadi budget sekali makan doang. Belom lagi dengan godaan fast food dan jajan-jajan anak jaman ayeuna yang harganya bikin nelen ludah. Makin bengkak lah sudah budget kehidupan perkonsumsian ini.

Macet Banget, Panas Banget

Ini mah udah jadi tagline nya ibu kota. Pas zaman kuliah dulu, liat indekos yang ada AC nya itu aku kek "anjaay mehong neh pasti". Tapi kalau sekarang, liat indekos yang nggak ada AC atau at least kipas angin gitu, aku kek "sepertinya penghuni kamar ini bisa meninggal kepanasan". Tapi serius, se-panas itu kota ini! Pulang ke Tasik kemarin malah jadi pangling sama kota kelahiran sendiri. Dingin banget, sampe mandi siang bolong aja pake nya air anget. Lha di Jakarta? Mandi air keran tengah malem aja nggak ada seger-segernya kecuali mandi pake es batu.

Mungkin karena terlalu banyak polusi kendaraan? Maybe? Eh? Ngaruh nggak sih? Ngaruh lah bego.. Nah..ketauan belegug nya..

Nyali Introvertku Ditantang 

As i said, i hate crowd soo soo much. Tiap pergi ke kondangan, atau ke tempat-tempat rame gitu, nggak bisa lama-lama soalnya pusing. Mungkin ini dialami hampir sebagian besar introvert yang persentase introvertnya tinggi kaya aku. Dan berada di ibu kota ini benar-benar menguji adrenalinku sebagai seorang introvert. Selain tuntutan kerjaan yang harus ketemu banyak orang baru, ya keluar kosan dikit, kota ini memang dipenuhi dengan berbagai jenis manusia dari berbagai suku bangsa. Sampai akhirnya ku mulai terbiasa. Sing penting dalam seminggu ada waktu buat aku me time bobo seharian di kamar buat nge-charge energi mah, aman.

Tapi, selama setahun aku berada di Batavia ini ternyata membuat penilaianku terhadap ibu kota jadi nggak gitu jelek-jelek amat lah. Soalnya..

It's A City of Lights

Salah satu hal yang paling aku suka di dunia ini adalah: city lights! Atau hamparan langit gelap yang dihiasi bintang-bintang cantik. Duluuuu banget, pas SD keknya, bahkan sempet pengen jadi astronot gara-gara suka banget ngeliat bintang-bintang. Tapi melihat progres kehidupan science ku sejak kecil sudah keliatan ndablek nya, ku menyerah dan mau jadi anak biasa-biasa aja. Hingga saat ini nama bintang yang masih aku hafal aja cuman Canopus, Capella, Vega.. itu pun dari lagunya Petualangan Sherina.

Nah, kota Jakarta punya salah satu hal yang paling ku suka di dunia. Perfect city lights! Sebagai kota yang penuh dengan bangunan-bangunan menjulang tinggi ngalahin sutet, kota ini menyuguhkan view yang cantek warbyasa kalau malem-malem. 

Bisa Nyicip Banyak Fasilitas Canggih

Kalau yang ini, betul sekali, sangat memenuhi curiosity ke-norak-an-ku sebagai orang desa. Jakarta kan ibu kota negara nih ya, jadi fasilitas canggihnya pasti ada duluan dibandingkan kota-kota lainnya. Ya macem KRL, MRT gitu-gitu lah. Oya dan hal lain yang aku suka adalah naik transportasi umum (tapi yang nyaman, bukan macem Kopaja yang ugal-ugalan dan bau rokok, atau KRL di jam sibuk yang macem diisi zombie Train to Busan saking padetnya orang yang naik). I really enjoy setiap naik KRL, MRT, atau Busway (yang nggak penuh).

It also reminds me pas di Freiburg dulu. Jadi, sedikit terobati kangennya, dan berasa lah dikit macem lagi di Jepun gitu.

Lebih Terbuka, Lebih Dewasa, Kayaknya

Sebagai perantau dari desa yang tinggal sendirian. sendirian. sendirian (diulang tiga kali biar keliatan dramatis), automatically ini ngerubah cara pandang aku dalam banyak hal. Kenal semakin banyak orang, jadi bikin aku semakin terbuka melihat dunia. Ini mengajarkan aku juga untuk semakin bijak dan kritis dalam menilai suatu kondisi. Mongnaon ca.

Well, selama setahun aku di Jakarta ini ada banyak-banget-banget-banget kejadian yang terjadi dan tak terdokumentasikan baik dalam gambar, kata-kata, atau bahkan ingatan. Apalagi aku bukan yang suka mengabadikan setiap momen lewat foto atau video kind of person. Jadi hilanglah sudah segala macam momen-momen yang nggak terekam dalam ingatan.

Tapii.. ku sangat ingin mulai mencoba blogging rutin lagi kek duluu. Jadi, semoga dari satu postingan ini bisa memacu aku buat makin rajin nulis lagi. Entah itu mengabadikan momen lewat tulisan, sekedar review buku, atau nge-bct-gajelas seperti sekarang. he he

me w my new "home" here in Jakarta




Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Thoughts About Palestine

Cuek itu perlu

Mood breaker!