Lupa


Hari ini hari minggu. Dan aku lupa hari ini hari minggu. Itu artinya hari ini seharusnya aku masih tergeletak manja di atas kasur tanpa harus buru-buru mandi dan kelelahan karena berlari ke sekolah secepat yang aku bisa dengan laptop dan buku tebal di tasku seperti tadi. Iya. Aku lupa ini hari minggu. Dan aku baru ingat ketika aku sudah berdiri di depan pintu kelas. Memandang ke arah jendela dan melihat di dalam kelas tidak ada siapa-siapa disana. Aku sempat terdiam sejenak ketika Mang Asep memanggilku dari belakang.
 “neng Hana. Hari ini teh hari minggu. Neng Hana kenapa malah sekolah?” katanya dengan logat sundanya yang kental. Aku hanya nyengir sambil garuk-garuk kepala.
“aku lupa mang.” Kataku. Mang Asep berdecak sambil geleng-geleng kepala.
Aku menghela nafas panjang. Aku kira hari ini hari Senin. Padahal aku sudah berat-berat bawa laptop karena kukira hari ini ada presentasi. Tapi, tunggu. Daripada aku pulang ke rumah dengan tangan hampa, kenapa tidak pergi ke perpustakaan saja sambil internetan?
“Mang Asep. Wifi perpus jalan kan ya? Aku mau internetan aja ah daripada pulang.” Kataku sambil berlari melengos meninggalkan Mang Asep. Samar-samar aku mendengar suara Mang Asep memanggil-manggil namaku.
“Neng Hana. Ati-ati!” itu yang aku dengar. Hati-hati? Emang ada apa? Sudahlah. Aku tidak peduli. Tak berapa lama aku tiba di depan perpustakaan sekolah. Perpustakaan saat itu memang dikunci karena hari ini hari Minggu. Tetapi fasilitas wifi masih bisa digunakan siswa di depan perpus yang juga disediakan beberapa bangku dan kursi untuk siswa di halaman depan perpus. Tetapi saat aku duduk di bangku itu, aku malah bengong.
“aku kesini mau ngapain ya? Lupa lagi kan.” Kataku sambil memukul-mukul kepalaku sendiri.
Aku memang punya sifat pelupa stadium akhir sepertinya. Hal seperti ini sering terjadi padaku, dan sering membuatku kesal sendiri pada diriku sendiri. Bagaimana bisa hal yang baru saja aku pikirkan saja, aku bisa lupa. Mungkin jika aku punya Remembrall (benda bulat yang bisa memberi tahu bahwa seseorang tengah melupakan sesuatu) yang dimiliki Neville di film Harry Potter, mungkin Remembrall itu bisa terus mengeluarkan asap merah sepanjang hari karena aku memang sering sekali lupa.
“bukannya mau internetan?” seseorang menepuk pundakku, membuatku terlonjak kaget. Aku menoleh. Prisa rupanya, sahabatku.
“lu ngagetin aja sih pris. Eh kok lu tau sih gue mau internetan?” kataku. Prisa mengarahkan matanya ke arah tasku. Oh iya. Laptop. Aku kan bawa tas laptop, pantas saja Prisa bisa menebak. Tapi tunggu. Prisa juga mengenakan seragam yang sama denganku. Apa dia juga lupa hari ini hari minggu?
“eh lu kok pake seragam sih? Bukannya libur ya?” kataku. Prisa hanya tertawa tanpa menjawab pertanyaanku. 
Berjam-jam berlalu. Hari Minggu ini seharian aku habiskan di perpustakaan sekolah, menghabiskan waktu dengan main game online dan download film bersama Prisa. Aku mengobrol banyak sekali dengannya. Tetapi entah kenapa setiap aku menatap wajah Prisa, rasanya ada hal penting lain yang terlupa olehku. Tapi apa? Entahlah. Aku lupa, benar-benar lupa.
“Udah sore nih. Lu ngga balik Pris?” kataku. Prisa menggeleng.
“gue disini aja. Betah” katanya. Aku mengerutkan kening.
“neng Hana, cepet pulang. Udah mau magrib. Pamali masih diem di luar.” Mang Asep memanggilku dari kejauhan.
“iya Mang. Ini mau pulang” kataku sambil setengah berteriak.
“Cepet neng.” Kata Mang Asep. Prisa yang duduk disampingku malah tertawa.
“apaan sih pris? Dari tadi lu ketawa melulu.”
“ngga apa-apa. Gue seneng aja bisa ngobrol lama sama lu lagi.” Katanya. Apa maksudnya? Bukannya aku dengannya malah tiap hari bertemu? Aku mengerutkan kening lalu kembali fokus ke arah laptop ku. Otakku terus berputar mencerna perkataan Prisa tadi. Namun, perlahan aku merasa sesuatu yang dingin meraba lenganku. Tangan Prisa. Aku menoleh. Prisa tersenyum kepadaku. Aku masih terdiam. Aku merasa aku melupakan sesuatu yang sangat penting saat itu.
Aku memandang tangannya yang menyentuh lembut tanganku. Perlahan tangannya menghilang. Transparan. Tunggu? Menghilang? Apa yang terjadi? Prisa..
Astaga. Aku merasa aku baru saja ditampar keras dan terjatuh dari jurang setinggi seribu meter. Prisa. Sahabatku. Aku lupa. Bagaimana bisa aku lupa jika dia sudah tiada. Setahun yang lalu dia sudah pergi meninggalkanku karena kecelakaan yang menimpanya. Tepat di hari Minggu. Dia mirip denganku. Dia pelupa akut. Setahun yang lalu, saat itu aku tengah berdiri menunggu bis di halte ketika aku melihat Prisa mengenakan seragam yang sama denganku di sebrang jalan.
“Hana! Hari ini hari minggu!” teriaknya sambil tertawa. Aku juga tertawa. Dia berjalan antusias menghampiriku ketika tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang dari arah kiri. Prisa tertabrak. Dan dia meninggal di tempat saat itu. Sahabatku pergi tepat di depan mataku sendiri.  

Aku merasa pipiku memanas. Air mata mengalir tanpa kusadari. Prisa. Seharian ini aku baru saja menghabiskan waktu dengannya. Dan hal penting yang terlupa olehku adalah Prisa. Iya. Aku lupa jika Prisa sudah tiada. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Thoughts About Palestine

Cuek itu perlu

Mood breaker!