Sahabat?


Ada yang bilang sahabat itu selalu ada disaat kita membutuhkan, saat suka ataupun duka. Kalo kata lagu Bruno Mars; “You can count on me like one two three and i’ll be there.. I can count on you like four three two and you’ll be there.Cause thats what friends are supposed to do..”
Emang ada orang kaya gitu? Mungkin itu hanya dijadikan perumpamaan. Saking fleksibelnya sahabat yang katanya selalu ada buat kita, jadi diibaratkan kalo kita ngitung ‘satu dua tiga’, Cling! Dia langsung ada. Dunia akan terasa sangat indah mungkin jika kita sudah menemukan orang seperti itu.
Aku punya. Sahabat. Katanya sih. Pengennya seperti orang yang dilagunya Bruno Mars. Tapi, entah kenapa tiap aku berada di sekitar mereka aku tidak menjadi diriku sendiri. Aku merasa ada beban disana. Entah apa. Sahabat itu adalah jika keheningan diantara seseorang tidak menjadi canggung. Tapi ini tidak. Kita sudah sangat lama menjalin ‘persahabatan’ ini, bertahun-tahun. Tapi aku masih merasa canggung dalam keheningan jika dengan mereka.
Apa ini layak disebut sahabat?
Terkadang aku merasa bangga memiliki mereka, karena mereka menganggapku ‘sahabat’ mereka. Tetapi sepertinya sahabat itu terlalu berat jika harus dilabelkan dalam pertemanan kita. Memang pertemanan kita cukup lama. Tapi hal itu tidak menjamin persahabatan bukan? Aku terkadang merasa kecil diantara mereka. Aku terkadang tidak bisa mengatakan apa yang benar-benar ingin aku katakan dihadapan mereka.
Terkadang kita mengumbar ‘kemesraan’ persahabatan kita. Tetapi hatiku berkata sebaliknya. Siapa mereka? Sekedar teman dekat mungkin, bukan sahabat. Mereka mengaku mereka sahabatku. Tetapi aku merasa, hanya aku yang benar-benar berharap dan menganggap mereka begitu.
Maksudku, disetiap pertemuan kita ditengah kesibukan masing-masing, aku yang banyak bertanya tentang kehidupan mereka diluar persahabatan kita. Bagaimana mereka di sekolah? Kehidupan dengan teman dan keluarga mereka? Dan mereka hanya menjawab sekenanya. Tidak bertanya lagi. Aku merasa, mereka terkesan menutup-nutupi kehidupan mereka. Padahal mereka mengakui, aku sahabat mereka. Aku..entahlah. Aku harusnya juga begitu.
Mungkin karena pertemuan kita yang sangat terbatas karena jarak dan waktu,jadi mereka sedikit canggung jika harus bercerita blak-blakan tentang kehidupan mereka. Padahal aku ingin mereka seperti itu karena aku juga begitu. Tapi, apa mungkin persahabatan bisa luntur semudah itu hanya karena jarak? Kuharap tidak.

Meskipun begitu, aku adalah orang paling beruntung sedunia karena bisa menjadi teman dekat mereka, dan aku sadari itu. Tidak kah aku seharusnya bersyukur? bersyukur karena mereka menganggapku sahabat. Setidaknya keberadaanku didunia ini berarti dimata mereka. Memang masih banyak kekurangan yang ada di mereka, dan pada diriku, pada persahabatan kita tepatnya, tetapi aku tetap sangat bahagia jika menghabiskan waktu dengan mereka. Mungkin aku memang belum bisa jujur terhadap mereka, tapi mungkin waktu akan menjawab semuanya. Aku beruntung, karena mereka menyayangiku, tulus. Dan aku tahu itu, karena akupun menyayangi mereka juga. Aku benar-benar menyayangi mereka. Tulus. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Thoughts About Palestine

Cuek itu perlu

Mood breaker!