Secret Admirer


Sudah dua jam berlalu dan hujan deras dilluar masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti mengguyur kota yang padat ini. Aku terjebak di sebuah  cafe kecil, Azure Cafe,  yang letaknya memang tidak terlalu jauh dengan apartemenku. Sebenarnya aku tidak benar-benar terjebak. Aku bisa saja pulang ke apartemenku dengan jazz yang ku bawa, ditambah lagi jarak dari cafe ini ke apartemenku hanya berjarak sekitar 10menit jika berjalan kaki. Tetapi aku sengaja mampir ke cafe ini, menghindari jadwal padatku, mengurangi beban di kepalaku, dan sedikit menghibur diri di hari ulang tahunku dengan mendengar suaramu. Iya, kamu. Sudah beberapa bulan ini aku sering menghabiskan waktu luangku di akhir pekan di Azure cafe, hanya demi mendengar suaramu.
Kau, seorang penyanyi kafe bermata sendu, bertubuh jangkung, dengan lingkar mata panda yang terlihat jelas di wajahmu. Apa kau suka begadang? Kesan pertama saat aku melihatmu memang tidak ada yang spesial di dirimu. Kau justru terlihat menyeramkan, dan kau juga tidak terlalu tampan. Tetapi kau memiliki karisma tersendiri dimataku. Mungkin karena suaramu. Aku sangat sangat menyukai suara lembutmu. Apalagi jika lagu yang kau bawakan sesuai dengan suasana hatiku.
Hari ini, hari ulang tahunku. Rekan kerja di kantorku tidak ada yang ingat dengan hari ini. Ini memang sepele. Aku pun sebenarnya tidak suka dengan perayaan di hari ulang tahun. Apanya yang harus dirayakan? Bertambah usia itu berarti kau bertambah tua bukan? Dan itu buruk. Meski begitu, aku terkadang mengharapkan ucapan selamat dari teman-temanku. Tidak perlu perayaan, hanya ucapan selamat saja. Tapi. Sudahlah. Itu tidak penting.
Hari ulang tahunku tidak sesuai dengan yang aku harapkan. Mungkin dengan mendengar suara merdumu suasana hatiku akan menjadi lebih baik. Tetapi kau tidak datang. Sudah dua jam berlalu aku menunggumu, kau masih belum datang. Aku bahkan sudah menghabiskan dua gelas Capuccino. Sejujurnya, aku paling tidak suka menunggu. Tetapi entah kenapa hari ini aku benar-benar ingin bertemu denganmu. Karena sudah bosan, aku beranjak dari kursiku, dengan berat hati berniat pulang.
Saat itu suara lonceng dari pintu masuk cafe berdenting halus, aku reflek menoleh. Itu kau! Akhirnya. Jaket yang kau kenakan hampir basah kuyup karena hujan deras diluar. Kau memeluk tas gitar yang kau bawa. Aku rasa kau mengorbankan dirimu basah demi gitar kesayanganmu. Aku kemudian menatap wajahmu, dan tanpa sengaja matamu juga menatap mataku. Kau tersenyum. Apa? Apa itu senyuman untukku? Aku merasa pipiku memanas. Kau lalu berjalan pergi menuju ke tempat dimana seharusnya kau berada. Panggung kecil di sudut cafe. Aku lalu kembali duduk di kursiku, menopang dagu, menunggu-nunggu dengan antusias.
Suasana hatiku sedang tidak baik saai ini. Kuharap kau bisa membaca dari raut wajahku lalu kau akan menyanyikan lagu sesuai dengan suasana hatiku. Tapi, tunggu. Apa ini perasaanku saja? Aku rasa kau sedang memandangku sambil menyunggingkan senyummu. Apa aku tidak salah lihat?
“hari ini, saya akan membawakan sebuah lagu.” Katamu. Aku tersenyum. Mendengar suaramu saja, aku sudah kegirangan. Apalagi mendengarmu bernyanyi.
“lagu ini saya persembahkan untuk seseorang yang berulang tahun di hari yang kelabu ini..”
Eh? Berulang tahun? Aku? Bagaimana..
“semoga dengan sebuah lagu yang akan saya bawakan ini. Harinya menjadi lebih baik.” katamu.
Apa itu untukku? Tapi bagaimana bisa kau tahu hari ini ulang tahunku? Mungkin ini hanya kebetulan. Bukan mungkin, tapi sudah pasti kebetulan yang benar-benar kebetulan. Aku memandang sekeliling. Orang-orang di Azure tidak ada yang memperhatikanmu. Mereka hanya memandangmu sekilas lalu kembali sibuk dengan aktifitas masing-masing. Lalu, siapa sebenarnya yang berulang tahun di hari ini? Selain aku tentu saja.
Kau mulai memetik gitarmu perlahan, membuat suasana cafe menjadi lebih tenang ditengah hujan deras diluar. Meskipun suasana cafe saat itu cukup ramai karena banyak orang yang terpaksa berteduh di dalam dan menikmati secangkir kopi untuk mengatasi kedinginan, tetapi aku tidak bisa mendengar apa-apa. Pikiranku seakan hanya berfokus pada suara gitarmu. Aku tidak mendengar suara orang berbincang, ataupun suara hujan deras diluar. Hanya suaramu. Dan gitarmu.
Kau mulai bernyanyi, membawakan lagu yang sudah tidak asing ditelingaku. Lagu happy birthday dari ten2five. Itu lagu favoritku. Kau membawakan lagu itu dengan begitu lembut. Aku memejamkan mataku, menikmati suara indahmu.
Tapi, entah ini hanya perasaanku saja. Suaramu seakan mendekat. Semakin dekat. Aku masih menutup mataku. Ini hanya imajiku saja mungkin yang terlalu larut dalam nyanyianmu. Tetapi sekarang aku merasakan suaramu seakan berada tepat di depanku. Aku lalu membuka mata. Dan ternyata.. astaga! Kau benar-benar disana. Kau duduk dihadapanku.
“happy birthday, Tara”
Apa? Kau tahu namaku? Bagaimana bisa? Kau lalu memberikan setangkai bunga mawar berwarna biru muda, warna favoritku. Tapi, bagaimana bisa kau tahu semua? Hari ulang tahunku, lagu favoritku, warna kesukaanku, dan kau tahu namaku? Apa aku bermimpi? Aku reflek menampar pipiku. Dan. Itu sakit. Kau tertawa dihadapanku.
“Ini. untukmu. Aku tahu kau akan menyukainya.” Katamu.
“tunggu. Tapi..gimana..” kataku terbata-bata.
“kau tahu Tara? Aku sering memperhatikanmu dari pertama kau datang ke Azure. Kau gadis yang misterius dan menarik. Aku penggemar rahasiamu Tara.” kau tersenyum.
Aku tak bergeming. Apa yang baru saja kau katakan? Itu berarti aku yang sering merasa kau sering memandangiku ternyata bukan khayalanku saja. Kau memang sering memperhatikanku. Aku benar-benar tidak menyangka. Kau, pria sendu bermata panda yang kukira tidak akan peduli dengan lingkunganmu, dan kukira kau orang yang dingin, ternyata diam-diam kau penggemar rahasiaku. Dan aku? Kau tahu? Yang kau bilang gadis misterius ini juga penggemar beratmu, penggemar rahasiamu. Tapi, bagaimana bisa aku disebut penggemar rahasia tetapi aku saja tidak tahu namamu. Siapa namamu? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Thoughts About Palestine

Cuek itu perlu

Mood breaker!